Internet Lumpuh, Ibarat Kena Stroke

Internet Lumpuh, Ibarat Kena Stroke
Ilustrasi berselancar di dunia maya. (ijmaki/Pixabay)

MINGGU (19/9/2021) petang yang damai itu, seketika berubah menjadi riuh. Baru saja menunaikan ibadah Salat Magrib, koneksi komputer ke internet tiba-tiba terputus.

Beragam cara dilakukan untuk mencoba memulihkan jaringan. Langkah termudah, restart modemnya. Namun koneksi tak kunjung membaik.

Langkah berikutnya, dan sebenarnya paling malas dilakukan, mengadu ke care center via pesan Twitter. Setelah mengetik beberapa kata aduan, pesan tersebut dikirimkan. Namun seketika pula, koneksi jaringan seluler mendadak drop.

Kecepatan internet yang biasanya bisa tembus 50 kbps ke atas, seketika berubah jadi nol. Pesan aduan, tak sampai ke tujuan.

Pikiran mulai bertanya-tanya, kenapa lagi jaringan internet malam ini? Sementara, waktu petang dan malam, adalah waktu krusial bagi saya, karena harus mengirimkan bahan berita ke layouter, agar disajikan dengan apik, seperti yang setiap pagi dipegang para pembaca.

Pengalaman semacam ini sebelumnya pernah terjadi. Kala itu, jaringan internet terputus. Modem mengeluarkan sinyal merah, tanda ada gangguan dalam jaringan.

Setelah ditelusuri, ternyata jaringan di jalan poros Samarinda-Bontang tersenggol truk yang kecelakaan. Sembari perbaikan sekira dua hari lamanya, selama itu pula internet di Bontang kembali melambat.

Dan lagi-lagi, pengalaman tak menyenangkan ini dialami oleh pengguna provider dari plat merah, alias milik pemerintah. Saya tak perlu sebutkan brand-nya, pun dari nama warna saja, sudah tahu kan itu dari provider apa, he he.

Kembali ke Minggu petang yang mendadak suram itu. Tak berselang lama dari kecurigaan itu, tiba-tiba teman-teman sesama redaktur di belahan Bumi Etam lain, sebut saja di Samarinda, Kukar, dan Balikpapan, mengeluhkan hal yang sama. Internet tiba-tiba lambat, dan perlahan tak bisa diakses. Kekhawatiran semakin menjadi.

Informasi terkait gangguan ini mulai masuk ke gawai satu persatu. Seorang teman berkata, internet di Riau mendadak down. Pun beberapa rekan di Pulau Jawa, Sulawesi, dan Nusa Tenggara.

Pesan tersebut datang bersamaan, saat koneksi di ponsel sempat tersambung. Lalu seketika pesan balasan saya yang tertunda, karena koneksi kembali putus. Fiks, ini gangguan massal se-Indonesia.

Dugaan saya pun benar adanya. Selang sejam usai keluhan gangguan massal mulai membanjiri media sosial, provider plat merah itu buka suara. Membenarkan memang ada gangguan jaringan.

Dari pesan broadcast lainnya, disebutkan gangguan melanda di seluruh wilayah Indonesia. Mulai Pulau Sumatra, Jawa-Bali, Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua. Internet Indonesia, lumpuh sebagian.

GANGGUAN JARINGAN BAWAH LAUT

Dikutip nomorsatukaltim.com-Disway News Network (DNN) dari Detikcom, Telkom menjelaskan penyebab IndiHome gangguan terjadi pada sistem komunikasi kabel laut di Jawa, Sumatera, dan Kalimantan (Jasuka) ruas Batam – Pontianak.

Gangguan tersebut terjadi mulai pukul 17.33 WIB, yang berakibat kualitas layanan Telkom Group turun drastis. Mulai layanan fixed maupun mobile broadband di beberapa wilayah Indonesia.

“Saat ini kami sudah langsung melakukan rerouting trafik sebagai alternatif jalur komunikasi menuju Batam, sehingga kualitas layanan dapat segera kembali normal sebelum tengah malam ini,” ujar SVP Corporate Communication & Investor Relation Telkom, Ahmad Reza, Minggu (19/9/2021) malam.

Mewakili manajemen Telkom, Reza menyampaikan permohonan maaf atas ketidaknyamanan yang mungkin dirasakan pelanggan di wilayah terdampak.

“Semoga gangguan dapat teratasi dan layanan Telkom Group sampai kembali normal secepatnya,” pungkasnya.

INTERNET ‘STROKE’

We Are Social, sebuah agensi media sosial yang bermarkas di London, Inggris mengeluarkan data sebagai berikut. Per Januari 2021, jumlah penduduk Indonesia mencapai 274,9 juta jiwa. Sebanyak 202,6 juta jiwa di antaranya sudah terhubung ke internet.

Meski jumlah penduduk Indonesia tak sampai 300 juta jiwa, nyatanya, koneksi mobile di Indonesia, atau yang mengakses internet menggunakan ponsel mencapai 345,3 juta jiwa.

We Are Social dalam catatannya menulis, beberapa orang di antaranya mempunyai lebih dari satu ponsel yang terkoneksi ke jaringan internet. Sehingga jumlahnya bisa melebihi dari total populasi Indonesia.

Apakah data ini selesai di situ saja? Tidak. Sekarang, mari kita simak data berdasarkan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) RI dikutip dari Kata Data.

Khusus pengguna ponsel, Kominfo mencatat 341,3 juta orang merupakan pelanggan kartu SIM. Telkomsel menjadi provider terbesar dengan 164,7 juta pelanggan, diikuti Indosat Ooredoo 60 juta pelanggan, dan XL-Axiata 56 juta pelanggan. Sementara sekira 60,6 juta pelanggan lain merupakan provider lain.

Sementara itu, jumlah pelanggan provider IndiHome per kuartal 1 tahun 2021, dikutip dari Info BUMN mencapai 8,15 juta pelanggan. Menjangkau lebih dari 496 kabupaten/kota atau 96,5 persen di seluruh Indonesia.

Jika dijumlahkan, pelanggan provider milik plat merah ini, yakni IndiHome dan Telkomsel mencapai sekira 172,85 juta pelanggan. Total tersebut sudah tiga perempat dari jumlah penduduk Indonesia yang terkoneksi internet secara umum, dan setengah dari penduduk yang terhubung melalui ponsel.

Sekarang, bayangkan provider milik plat merah ini gangguan massal dan melanda seluruh wilayah Indonesia. Sudah setengah penduduk Indonesia yang kehilangan akses ke internet, sementara di tengah pandemi Covid-19, gerak-gerik dan aktivitas masyarakat mayoritas bergantung di dunia maya.

Atau tak perlu dibayangkan, kita sudah melaluinya kemarin. Ibarat tubuh yang terkena penyakit stroke, sebagian anggota tubuh pun lumpuh, tak bisa bergerak.

INFRASTRUKTUR

Infrastruktur internet di Indonesia sebenarnya tidak buruk-buruk amat. Ambil contoh Palapa Ring. Proyek pembangunan jaringan serat optik yang mengelilingi Indonesia.

Dikutip dari Berita Satu, Panjang jaringan Palapa Ring sekira 12.148 kilometer, terdiri dari tujuh lingkar kecil serat optik dan backhaul yang menghubungkan semuanya. Pembangunan jaringan ini menghubungkan 514 kabupaten/kota di seluruh Indonesia.

Sementara itu, dari data Asosiasi Pengembang Infrastruktur dan Menara Telekomunikasi (Aspimtel) yang dikutip dari Kontan, diperkirakan terdapat 85 ribu menara yang dimiliki oleh 22 anggota asosiasi. Jumlah itu masih terus bertambah, seiring dengan pertumbuhan jaringan telekomunikasi.

Dengan infrastruktur yang seharusnya baik itu, rupanya masih belum termanfaatkan secara optimal. Hingga Februari 2021 saja, tingkat utilisasi atau pemanfaatan Palapa Ring masih di bawah 50 persen.

Dengan rincian Palapa Ring Barat mencapai 36,67 persen (fiber optic), Palapa Ring Tengah 20,33 persen (fiber optic), dan Palapa Ring Timur 17 persen (fiber optic) serta 47,27 persen (microwave). Hal itu diakui Plt Biro Humas Kemkominfo Ferdinandus Setu, dikutip dari Berita Satu.

Gampang saja membuktikan infrastruktur yang telah terbangun, belum sebanding dengan peningkatan kualitas dan layanan internet kepada pelanggan.

Ookla, perusahaan analisis data jaringan internet yang bermarkas di Seattle, Washington DC, Amerika Serikat, merilis Speedtest Global Index yang mengurutkan kecepatan internet fixed dan mobile broadband di seluruh dunia.

Dari data per Agustus 2021, Indonesia berada di urutan ke-112 dari 140 negara, dengan rata-rata kecepatan internet 21,96 mbps untuk kategori mobile broadband. Sementara untuk kategori fixed broadband, Indonesia nangkring di urutan 114 dari 180 negara, dengan kecepatan rata-rata 26,95 mbps.

Sementara urutan pertama dari kategori mobile broadband dipegang Uni Emirat Arab (UEA) dengan kecepatan rata-rata 195,52 mbps, dan kategori fixed broadband dipegang Singapura dengan kecepatan rata-rata 262,20 mbps.

Butuh kerja keras untuk bisa mencapai kecepatan itu. Namun bukan hal yang mustahil jika pemerintah benar-benar menyeriusi perbaikan kualitas koneksi internet di Indonesia. (*)

Telah terbit di nomorsatukaltim.com.

Pos terkait

Berikan Komentar